__________ 
Logo FDIB
__________ 
 
Berlin, 29.01.2000
 
  Abstrak: 

Sumberdaya Lahan Sebagai Parameter 
Masa Depan Bangsa

Ir. Jailani Husain, M.Sc.(1)
ZALF eV., Müncheberg
Technische Universitaet Cottbus



Nenek moyang kita menganggap tanah (ardh, earth, erde, erre) sebagai sumber kesuburan dan tempat tumbuh tanaman serta sebagai sumber kehidupan. Tanah dianggap sebagai benda sakral yang memiliki kekuatan spiritual yang menciptakan alam semesta. Spirit ini dipercaya mampu mengendalikan bagaimana bentuk landskap, mengatur iklim, siklus kesuburan, dan kehidupan manusia dan hewan. Apabila mereka berlaku baik pada tanah maka mereka akan memperoleh imbalan berupa tanaman yang subur, air sungai yang selalu jernih, dan tentunya panen yang berlimpah. Sebaliknya kekuatan spiritual ini akan murka jika orang lalai memperlakukan tanahnya. Akibatnya adalah kemarau panjang, panen gagal, banjir dan sebagainya. 

Para ahli sejarah sering menghubungkan punahnya sebuah peradaban dengan gagalnya peradaban itu memelihara tanahnya. Bangsa Mesopotamia berhasil mencapai titik kulminasi peradaban pada masanya karena mereka berhasil antara lain memanfaatkan daerah aliran sungai Euphrat dan Tigris sebagai areal pertanian yang lengkap dengan sistim irigasinya. Dengan hasil pertanian yang cukup untuk kebutuhan rakyatnya, bangsa ini mampu bertahan dari serangan tentara romawi yang ketika itu sedang berusaha meluaskan wilayah kekuasaanya. Keadaan menjadi buruk ketika daerah aliran sungai Euphrat dan Tigris ditelantarkan. Rakyat lebih senang mendirikan bangunan di atas lahan yang tadinya ditumbuhi pohon korma. Permukaan tanah yang tadinya ditumbuhi rumput makanan ternak telah diganti dengan permukaan tanah liat bercampur kapur. Air hujan tidak lagi diserap tanah, tapi langsung mengalir sebagai aliran massa air ke sungai. Terjadilah banjir silih berganti dengan kekeringan. Rakyat kelaparan, negara lemah dan hancurlah peradaban itu. Dilaporkan bahwa penyebab banjir bandang di Venezuela, yang menelan korban sekitar 10 000 jiwa, adalah terlalu luasnya permukaan tanah yang kedap air di wilayah tersebut. Di Jerman, seseorang harus membayar sejumlah uang jika di halaman rumahnya, ada luasan yang tertutup, kedap air. 

Zaman sekarang, bahaya yang mengancam eksistensi tanah sebagai sumber kehidupan manusia telah berlipat ganda di antaranya erosi, rusaknya daerah aliran sungai, sedimentasi sungai, danau, dan lembah, pencemaran air tanah oleh pestisida dan limbah industri, penyalahgunaan lahan gambut. Nampak disini bahwa kita tidak lagi melihat tanah hanya sebagai media tempat tumbuh tanaman untuk menghasilkan makanan bagi manusia. Lebih dari itu tanah telah menjadi media tempat penampungan semua hasil olah fikir kita. 

Mengapa fenomena ini terjadi? 

Di bangku sekolah kita sering diajarkan untuk selalu berfikir logis, objektif. Maksudnya agar kita mampu menundukkan alam ini karena segala sesuatu di alam ini berada pada tempatnya dan selalu mempunyai hubungan yang serasi. Untuk mengetahui posisi dan keserasian tersebut, satu-satunya ilmu yang dapat digunakan adalah matematika. Descartes menambahkan bahwa matematika dapat menerangkan semua keteraturan (total order) dari alam ini. Dengan kemampuan ini manusia memiliki kemampuan untuk memanfaatkan (mengeksploitasi) lahan. Mengubah materi menjadi energi. 

Pada era kolonialisasi, telah terjadi eksplorasi dan eksploitasi lahan secara besar-besaran dalam rangka memperoleh materi dalam bentuk lain maupun dalam rangka memperoleh enerji. Tidak sedikit bekas-bekas areal perkebunan yang ditinggalkan Belanda dalam keadaan tidak subur lagi. 

Rudolf Clausius (1868), seorang ahli fisika Jerman mengemukakan konsep "ENTROPY" yang kemudian dikenal sebagai "Hukum Kedua Termodinamika", yang menjelaskan: bahwa setiap bentuk kerja atau transformasi materi menjadi materi lain maupun transformasi materi menjadi enerji, selalu diikuti oleh kehilangan enerji yang dilepaskan ke lingkungan (alam). Hukum Kedua Termodinamika ini tidak digunakan manusia didalam berperilaku terhadap pengeksploitasian lahan, karena Entropy ini bertentangan dengan keinginan (nafsu) manusia untuk menguasai dan mengeksploitasi materi yang hampir tanpa batas. Konsep entropy ini menjelaskan kepada kita agar menghemat sumber daya yang terbatas jumlahnya untuk mencegah terjadinya kerusakan di muka bumi ini, atau untuk mencegah terjadinya ketidak teraturan (disorder). 

Kita memang dapat memanfaatkan lahan dalam berbagai aspek. Tapi hendaknya prioritas utama diserahkan pada pemanfaatan lahan untuk pemenuhan kebutuhan primer manusia yaitu makanan. Karena luas lahan pertanian tidak bertambah, tapi jumlah penduduk bumi bertambah terus. 

Sering makna kata tanah (soil) disepadankan dengan humus. Kata humus juga memiliki padanan dengan human (manusia). Secara bahasa nampak disini adanya afinitas antara manusia dan tanah. 

Kalau tanah subur, rakyat sehat, negara kuat. Kalau tanah merana, rakyat akan turut sengsara dilanda kelaparan, negara lemah. Singkatnya, masa depan suatu bangsa dapat diduga dengan melihat bagaimana cara mereka mengelola lahannya. 

__________________________________________________________
1. Dosen Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi-Manado. Doktoran pada Fakultas Ilmu-Ilmu Lingkungan dan Teknik Prosesing, Departemen Perlindungan dan Rekultivasi Tanah. Uni. Teknik Cottbus. Alamat sekarang: ZALF, eV., Eberswalderstrasse 84 15374 Müncheberg. Email: jhusain@zalf.de 
 

.

 
 - --- --