_________ 
Logo FDIB
__________ 
  FDIB Scientific E-Zine @ 3-2001  
  GOLDEN RICE vs GOGO RANCAH
I Wayan Karyasa*
 
 


Awal Februari 2001 dalam suatu konferensi internasional di Philipina telah diluncurkannya Golden Rice untuk diuji coba dalam skala lapangan. Golden Rice adalah jenis tanaman padi hasil dari proyek rekayasa genetik yang dikerjakan sejak beberapa tahun yang lalu dan dipimpin oleh seorang professor bernama Prof. Dr. Ingo Potrykus dari Swiss. Tujuannya adalah untuk menciptakan jenis beras yang bisa mengandung provitamin A lebih banyak di banding beras alami. Dasar pemikiran proyek besar ini adalah banyaknya anak-anak menderita kebutaan, terutama di negara-negara berkembang dengan makanan pokok beras. Tim project menghitung sekitar 50.000 anak setiap bulannya terancam kebutaan lantaran kekurangan provitamin A dalam makanannya. Ditegaskan pula bahwa penyebarluasan Golden Rice ini akan terus berlanjut kalau data lapangan menunjukkan hasil yang signifikan. Di samping itu, teknologi rekayasa genetika ini membuka peluang untuk diaplikasikan pada jenis makanan pokok yang lain seperti gandum, singkong dan jenis umbi-umbian lainnya.

Beras merupakan salah satu bahan makanan pokok masyarakat Indonesia. Bahkan banyak di antara kita mengatakan belum kenyang sebelum makan nasi. Ini menunjukkan bahwa kehidupan kita sangat tergantung dengan beras. Oleh karena itu, segala hal yang berhubungan dengan tanaman padi dari dulu hingga sekarang tetap mendapat perhatian besar bagi para petani kita. Tulisan ini berwacanakan untuk mempertimbangkan masuknya jenis padi emas atau Golden Rice ke Indonesia dan lebih membanggakan potensi varietas padi lokal kita. 

Berdasarkan publikasi Prof. Ingo Potrykus, dkk. (Science, 2000, 287, 303-305) bahwa Golden Rice menghasilkan 1,6 microgram beta-karotene (pro Vitamin A) per gram beras Golden Rice yang belum di masak (uncooked rice). Dalam tubuh beta-karoten tersebut dikonversi menjadi vitamin A. Menurut rekomendasi dari US National Academy of Sciences Institute of Medicine bahwa konversi beta-karoten menjadi vitamin A dalam tubuh adalah dengan perbandingan 12:1. Data dari FAO/WHO tentang kebutuhan vitamin A perhari adalah:

laki-laki dewasa    : 600 microgram/hari 
wanita dewasa      : 500 microgram/hari 
wanita hamil          : 800 microgram/hari 
wanita menyusui    : 850 microgram/hari 
anak-anak (1-3th) : 400 microgram/hari 


Dapat dihitung sekarang berapa kg beras yang harus dikonsumsi tiap hari untuk memenuhi kebutuhan vitamin A dengan catatan bahwa Golden Rice (GR) satu-satunya sumber beta-karoten bagi mereka (seperti yang para penemu GR iklankan bahwa orang-orang miskin itu hanya mampu makan nasi saja, atau diversifikasi makanan mereka sangat rendah), maka untuk:

laki-laki dewasa   : 4,5 kg beras
wanita dewasa     : 3,75 kg beras
wanita hamil         : 6 kg beras
wanita menyusui   : 6,375 kg beras
anak-anak           : 3 kg beras.


Kalau 3 kg beras bila dimasak akan menghasilkan nasi sekitar 7 kg. Apakah mungkin anak-anak disuruh makan nasi 7 kg tiap hari? Kalau wanita dewasa makan nasi 3 kali sehari dan tiap makan dengan porsi nasi berasal dari 100 gram beras maka dapat dihitung berapa prosen yang mampu dipenuhi kebutuhan vit. A tiap hari oleh GR yaitu hanya 8 % saja, sementara untuk ibu menyusui hanya 4,7 %. Berarti walaupun mereka makan nasi yang berasal dari GR tetap saja mengalami defisiensi Vit.A. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan vit A perhari (RDA) mereka tetap perlu tambahan dari sumber lain. Diversifikasi makanan dalam diet mereka tetap perlu. Jelas, GR bukan penyelesaian masalah defesiensi vit.A. Apalagi menurut publikasi para penemu dan sponsor mereka bahwa dengan Golden Rice dapat menyelamatkan 50 ribu anak tiap bulan dari kebutaan. Berlebihan!

Selain padi, banyak bahan makanan lain yang kaya akan provitamin A (umumnya nabati, warna hijau tua atau kuning) dan vitamin A (hewani). Pepaya mengandung 2,28- 3,24 microgram beta karoten per gramnya. Bayam mengandung sekitar 300 microgram per gram. Ketela rambat yang berwarna kuning 11,4 dan ketela pohon yang berwarna kuning 7,9. Apalagi wortel mengandung 46-125 microgram per gram. Ikan adalah salah satu sumber vit.A dari hewani. Dengan variasi makanan dari bahan-bahan makanan yang murah-murah tersebut (seperti program Posyandu: ada gambar empat sehat lima sempurna) maka kebutuhan perhari terhadap provitamin A terpenuhi dengan mudah. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di dan absorpsi vit A serta metabolisme yang terkait di dalam tubuh kita sangat memerlukan nutrien dan micro nutrien lainnya seperti zink, protein, lemak dllnya. Zat-zat ini diperoleh dari diversifikasi makanan. Jika zat-zat ini juga defisiensi, komsumsi provitamin A menjadi mubasir.

Alam Indonesia sangat kaya dan sangat mampu menyediakan dengan murah sumber-sumber provitamin A dan vit.A tersebut. The problem is not in sources but how to afford the sources. Kemiskinan dan kekurangan pengetahuan tentang diversifikasi makanan adalah kata kunci dari permasalahan tersebut. Seandainya saja, setiap keluarga (anggap di desa) menanami lahan kosong dipekarangannya tanam bayam, pepaya, dllnya dan anak-anak di budayakan untuk mengemari makan sayur-sayuran dan buah-buahan, maka masalah defesiensi vit. A di tanah air kita segera bisa dieradikasi secara tuntas. Buktinya, laporan WHO pada International Conference on Nutrition tahun 1993 menyatakan bahwa Indonesia,Vietnam dan Philipina telah berhasil mengurangi dan meeradikasi defesiensi vit. A dan mengeleminir kebutaan total.

Paradigma pemiskinan negara miskin tampaknya dapat dipahami dalam masalah Golden Rice ini. Mengapa? Kalau seandainya, jenis padi ini mendapat political will di Indonesia untuk ditanam di persawahan (apalagi dikampanyekan untuk beralih dari padi lokal) maka para petani kita (yang masih tergolong miskin) akan menanam padi emas (GR) ini. Sementara bibit tergantung pada yang punya GR (katanya lebih dari 32 patent yang memungkinkan harga bibit padi jadi mahal). Kalau misalnya bibit ini di monopoli oleh sponsor atau apasaja namanya dari pihak yang punya GR maka uang pembelian bibit akan mengalir ke sana. Coba kita hitung, seandainya tiap hektar sawah memerlukan 100 kg bibit dan sawah ditanami minimal 3 kali setahun berarti kita memerlukan 300 kg bibit perhektar sawah. Kalau bibit inni dijual murah anggap saja 5000 rupiah per kilo gram berarti 1,5 juta rupiah perhektar pertahun. Berapa miliar rupiah tiap tahun mengalir ke Swiss untuk beli bibit dari jutaan hektar sawah di tanah air. Apalagi setiap musim tanam harus beli bibit baru karena padi hasil sebelumnya dari bibit GR ini belum terbukti bisa ditanam untuk musim-musim tanam berikutnya. Artinya belum ada laporan apakah padi GR ini bisa turun temurun (sequence) seperti yang normalnya dilakukan para petani kebanyakan di negara kita (padi hasil tanam sebelumnya sebagian dipakai bibit untuk musim tanam berikutnya). Kita akan selalu tergantung bibit padi pada mereka.

Dampak lingkungan (ekosistem sawah) dari penanaman padi ini. Seperti yang dilaporkan oleh para penemunya, bahwa jenis padi ini adalah hasil rekayasa pada padi varietas japonica dengan menginsersikan tiga gen yaitu dua dari daffodils (Narcissus pseudonarcissus) dan satu dari bakteri Erwinia uredovor. Dampak lingkungan pada ekosistem dari masuknya jenis tumbuhan baru ini memerlukan kajian yang menyeluruh dan waktu yang cukup lama. Dalam GRAIN, 2/2000 (http://www.grain.org) tertulis pernyataan sebagai berikut:

"The tragedy is that the local varieties this model of agriculture destroys are an exellent source of not only vitamin A but also a whole host of other nutrients, in the very countries that suffer from malnutrition. Dietary diversification would provide a sustainable, equitable solution to malnutrition".

Varietas padi lokal seperti gogo rancah, mansyur, pelita dan lain sebagainya akan semakin ditinggalkan dan mungkin akan menuju kepunahan. Kita semestinya belajar dari pengalaman masuknya varietas padi IR dengan keunggulan berumur pendek tersebut. Jenis padi ini telah mampu mengubah pola tanam tradisional petani dengan musim tanam berdasarkan ilmu perbintangan. Petani memaksakan tanah persawahan untuk ditanami padi tiga kali setahun dan menggunakan obat-obatan kimiawi seperti pupuk buatan dan pestisida. Akibatnya hampir semua di antara kita sudah tahu. Struktur tanah persawahan menjadi rusak akibat dari akumulasi berbagai bahan kimia dan rusaknya ekosistem sawah. Hama dan penyakit tanaman menjadi resisten terhadap berbagai jenis obat-obatan tersebut, bahkan banyak diantaranya mengalami mutasi sehingga menjadi hama dan penyakit tanaman padi yang sulit diberantas, seperti tungro dan wereng coklat misalnya. Akhirnya para petani menangis karena tanaman padi mereka menguning sebelum berbuah.

Sampai saat ini varietas padi lokal belum mengalami nasib separah varietas IR. Gogo rancah misalnya, masih tetap gagah dan terhindar dari terjangkit hama dan penyakit yang menyerang varietas IR. Bahkan varietas lokal akhir-akhir ini makin digemari dan menjadi menu istimewa dalam dunia pariwisata karena kualitas rasa yang lebih baik dibandingkan dengan vaietas IR. Gogo rancah yang dapat hidup di tanah peladangan dan lebih tak bergantung air irigasi mempunyai keunggulan tersendiri. Pemuliaan tanaman padi gogo rancah tampaknya perlu segera dilakukan untuk menjawab tantangan dari golden rice. Sehingga nantinya anak cucu kita akan bangga punya gogo rancah yang berkualitas ekspor seperti halnya basmatidari India.

Akhirnya mari renungkan kata-kata Devinder Sharma, President of Forum for Biotech. and Food Security pada Financial Times (31 Mei 2000):

"If you can't help the poor in south, please do not add to their multitude of existing problem"

___________________________________________________________________________

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Adi Rahmat (FDIB, Berlin) atas masukannya. 

* Staf pengajar di PSP. Kimia, STKIP Singaraja dan sedang tugas belajar program doktor bidang Festkoerperchemie, Institut fuer Anorganische und Analytische Chemie, Technische Universitaet Berlin.
 

     


Karyasa, I.W. (2001). GOLDEN RICE vs GOGO RANCAH, FDIB Scientific E-Zine, No. 103,  March 2001. https://fdib.tripod.com/e-zine/ez-wayan3.html
 

.

 
KEMBALI- --- --